HEMAT PANGKAL KAYA

Minggu, 15 Februari 2015

FENOMENA DEMAM KOREA DI INDONESIA

Fenomena Demam Korea di Indonesia

Masyarakat Indonesia mulai dari remaja bahkan orangtua sudah terinfeksi oleh virus budaya kontemporer Hallyu yang mengakibatkan “demam korea”, virus ini sudah berkembang dalam kurun waktu kurang dari satu tahun terakhir. Masyarakat menyukai budaya korea, ratusan judul drama, musik pop, serial, film, video game, hingga boyband dan girlband berbau Korea diputar dan dipertontonkan di layar televisi Indonesia, dan yang paling hits sekarang adalah Gangnam Style, yaitu musik dengan tarian khas ala Korea. Umumnya masyarakat khususnya remaja perempuan menyukai budaya Korea karena artis Korea itu sendiri tampan dan cantik.

Masyarakat ketika ditanya lebih menyukai film produksi Indonesia atau produksi Korea, kebanyakan dari mereka akan menjawab lebih menyukai film produksi korea. Bahkan dari film atau drama korea itu, mereka jadi ingin meniru gaya hidup yang ada dalam drama korea itu sendiri, seperti apa yang telah kita lihat di sekeliling khususnya para remaja, kita akan melihat bahwa hampir keseluruhan dari mereka sekarang sedang mengidap demam Korea.
 Gejalanya mudah dilihat. Perbincangan sehari-hari mereka tak jauh dari budaya yang tak lain dan tak bukan adalah seputar film terbaru, aktor dan aktris Korea yang putih, tampan, cantik. Juga tentang lagu-lagu terbaru dari boyband, girlband Korea yang suka menari-nari itu.
Lalu lihatlah tingkah laku dan gaya mereka. Mereka sudah mengimitasi diri menjadi sesuatu yang ke-Korea-Korea-an pula, gaya rambut dan model baju ala Korea pun tak luput dari tinjauan mereka. Tak hanya itu, mereka juga berbondong-bondong untuk belajar bahasa Korea, maka jangan heran mendengar mereka berkata Kamsahamnida untuk berterima kasih, Anneyeong Haseyo untuk halo atau hai,dan Saranghaeyo untuk aku cinta kamu. Bagi mereka sekarang kata itu lebih gaul untuk digunakan, lalu bahasa Indonesia? Wah, bagi mereka sudah terlalu kuno dan bosan.


Hal itu mendorong lahirnya sebuah fenomena fanatisme di mana para pesohor dari negeri ginseng tersebut menjadi kiblat dalam berperilaku bagi remaja dan generasi muda di Tanah Air. Dalam hal lifestyle / gaya hidup, trend Korea pun telah merasuk sedemikian dalam, perihal potongan rambut, cara berpakaian, penataan accesories, gaya, penggunaan teknologi dan lain-lain telah menjadi panutan tersendiri bagi remaja dan pemudi dalam negri.
Bagi banyak fanatisme, tidak sedikit dari mereka yang rela melancong ke negeri yang berada di Semenanjung Asia Timur itu hanya untuk menonton konser artis idola dan berbelanja pernak-pernik berlabel “made in Korea”.
Sebenarnya tak ada yang salah dengan menikmati karya seni atau hiburan dari negara lain. Tapi jika sudah merasuk hingga sejauh ini, lalu memburamkan identitas yang sebenarnya adalah orang Indonesia dengan segala budaya, etika dan normanya. Maka, bisa jadi demam Korea di Indonesia ini tak cukup dilihat hanya sebagai euphoria belaka.
Sebenarnya bukan hanya di Indonesia, penyebaran budaya pop Korea terjadi hampir di seluruh negara di Asia, bahkan juga di negeri Paman Sam-Amerika.
Menyebarnya budaya kontemporer Korea dalam tren “Korean Wave” bagi negeri asal Kimchi itu memang mendatangkan berkah tersendiri khususnya bagi total pendapatan negara yang sedang beranjak menyaingi Jepang sebagai salah satu macan Asia yang disegani.
Daya tarik yang dibangun dari basis kreativitas para pesohornya menjadikan negara itu memiliki potensi pendapatan baru khususnya dari sektor pariwisata hingga bisnis ikutannya.
Gaya hidup dalam Korea cenderung bebas dan tidak sesuai denga citra masyarakat Indonesia pada umumya. Masyarakat Indonesia cenderung latah dengan segala hal yang sedang happening di dalam negeri seperti demam Korea ini.
Demam korea yang masuk ke Indonesia memiliki beberapa dampak, baik dampak positif maupun negatif.
Dampak positif, dari demam korea ini adalah generasi muda dapat terinspirasi dengan adanya budaya Korea untuk lebih baik lagi dari sekarang. Munculnya boyband atau girlband di Indonesia juga terinspirasi dari masuknya budaya Korea tersebut. Sehingga muncul kembali boyband Indonesia yang sempat lenyap di kancah musik di Indonesia. Dan menjadikan demam Korea ini menjadi suatu bisnis yang dimanfaatkan oleh beberapa kalangan. Contohnya media masa dan bahkan ada website yang memanfaatkan demam Korea ini. Dan salah satu dari dampak positif masyarakat Indonesia khususnya remaja yang gemar menonton drama Korea, adalah karena di dalamnya mengandung  banyak pembelajaran seperti sebagai berikut:
1.Sangat menghormati orangtua, dalam artian tidak mau melawan orangtua, meski kadang orang-tua bersikap salah. Drama seri ataupun film Korea adalah citra dari budaya Korea itu sendiri, budaya Timur yang masih berpegang teguh pada etika dan kesopan-santunan. Tidak seperti dalam film ataupun sinetron Indonesia yang sering mempertontonkan anak-anak yang durhaka, membangkang, tidak punya sopan santun, selalu bersitegang urat leher dengan orang tua, film Korea jauh dari semua hal-hal buruk itu. Bisa dipastikan Anda tidak akan menjumpai adegan tersebut, meski Anda sudah memelototi banyak fiLm dan drama Korea.
2.Para tokohnya digambarkan tidak “jaim” alias jaga image. Mereka bersikap apa adanya, tanpa ada kesan dibuat-buat.
3.Tidak ada adegan peluk suka-suka atau cium sana-cium sini dalam film seri Korea. Sutradara Korea memang terkenal irit dan pelit dalam menampilkan adegan pelukan dan ciuman di film besutannya. Oleh karena itu, drama seri Korea dijamin aman untuk ditonton oleh anak-anak sekalipun, dan orangtua tidak perlu rikuh jika harus “nonton bareng” dengan anak-anak mereka.Tak seperti kebanyakan sinetron dan film Indonesia yang banyak tidak mempunyai jati diri, menjadi kebarat-baratan, mudah sekali menjumpai adegan pelukan dan ciuman yang kadang tidak perlu, film seri Korea masih menjaga kultur Timur.
Di sisi lain dampak negatif nya pun juga ada. Salah satunya adalah masyarakat Indonesia cenderung lebih menyukai produk Korea. Seperti lagu Korea, musik Korea, boyband atau girlband Korea. Dan berkurangnya rasa cinta dan kebanggaan terhadap budaya Indonesia sendiri. Mereka terlalu mendewa-dewakan produk Korea tersebut dan menganggap bahwa produk Indonesia tidak ada apa-apanya. Masyarakat menyita waktu mereka untuk menonton drama Korea yang dapat mereka tonton di televisi atau DVD.
Bagaimana jika hal seperti ini terus berlangsung. Bukankah akan menyingkirkan identitas sebenarnya generasi muda Indonesia? Lalu bagaimana mereka bahkan lebih mengenal Korea di banding dengan negara sendiri. Lalu lebih tertarik bahkan sampai mencintai kebudayaan Korea di banding dengan kebudayaan Indonesia? Jika sudah begini bagaimana usaha pembentukkan karakter para generasi muda di Indonesia yang pemikirannya sudah dijejali dengan ketertarikan terhadap budaya negara lain apakah sudah menuai hasil? Toh, ternyata budaya pop Korea ini lebih gencar disebarluaskan.
Ancaman budaya asing, terutama budaya pop memang bukan hal baru yang terjadi di Indonesia. Budaya pop Amerika telah lebih dulu masuk dan mengaburkan identitas generasi. Seakan tak cukup dengan budaya pop Amerika yang menjadi tantangan untuk eksistensi identitas dan budaya Indonesia pada generasi muda. Sekarang sudah ditambah pula dengan budaya pop Korea. Apalagi memang sejatinya budaya pop memang cenderung lebih mudah diserap dan diadaptasikan dalam kehidupan sehari-hari. Budaya pop yang sebenarnya merupakan budaya hasil bentukan industri (hiburan dan produk) sangat kapitalistik. Digencarkan sedemikian rupa, hingga sangat merayu dan persuasif untuk ditiru dan diadaptasi bahkan dicintai.
Jika sudah begini akan sangat mungkin budaya Indonesia akan menjadi budaya yang marginal, tersingkir di rumah sendiri. Bagaimana Indonesia bisa bertahan dengan identitas asli. Bisa-bisa ia menjadi negara dengan identitas asing nantinya. Mungkin saja kan? Bagaimana pula upaya mempertahankan identitas asli dan pelestarian budaya Indonesia bisa dilakukan nantinya oleh generasi yang lebih tertarik pada budaya dan identitas lain?
Ada baiknya bagi masyarakat Indonesia untuk dapat sadar bahwa hal yang mengganjal ketika budaya negara lain lebih dicintai daripada budaya Indonesia dan tidak ada rasa bangga yang nyata dari hati masyarakat Indonesia sendiri.
Memang, amatlah sulit untuk menghindari atau menyingkir dari gempuran budaya pop apalagi di era globalisasi yang menghanguskan batas ruang dan waktu. Belum lagi demam ini semakin ‘memanas’ dengan keberadaan industri hiburan Indonesia juga ikut-ikutan terjangkit demam. Industri hiburan di Indonesia sekarang malah ‘aji mumpung’. Mereka memanfaatkan momen demam Korea untung mengambil keuntungan sebanyak-banyaknya. Mereka bukan sekedar menampilkan drama Korea saja. Tapi malah program-program lain yang ikut membantu proses pengimitasian identitas generasi muda menjadi ke-Korea-Korea-an. Beberapa program menampilkan bagaimana sekelompok anak muda Indonesia menjadi sangat Korea, meniru-niru alias memplagiat gaya artis Korea. Sebuah proses pengimitasian yang dipertontonkan secara nyata, sangat merayu, persuasif dan menghipnotis sekian banyak generasi muda yang menonton untuk ikut mengimitasi identitas.
Pada kondisi inilah, seharusnya implementasi pendidikan karakter, penguatan identitas asli Indonesia, regenerasi untuk melestarikan budaya Indonesia perlu diperkuat. Bukan hanya melalui program pemerintah. Bukan hanya melalui dinas terkait, seperti dinas kebudayaan dan pendidikan atau dinas pariwisata saja. Tapi semua elemen.
Jika melalui jalur pendidikan pendekatan yang komprehensif setidaknya bisa dilakukan dengan semua aspek sebagai peluang untuk pengembangan karakter,  hidden curriculum dan academic curriculum. Hidden curriculum meliputi upacara dan prosedur sekolah, keteladanan guru, hubungan siswa dengan guru, staf sekolah lainnya, dan sesama mereka sendiri, proses pembelajaran, keanekaragaman siswa, penilaian pembelajaran, pengelolaan lingkungan sekolah, kebijakan disiplin. Academic curriculum berarti mata pelajaran inti, termasuk kurikulum kesehatan jasmani dan program-program ekstrakurikuler (tim olahraga, klub, proyek pelayanan, dan kegiatan-kegiatan setelah jam sekolah).
Tapi itu tidak cukup, terkadang jalur hiburan malah lebih efektif untuk menguatkan identitas asli dan menyebarluaskan kecintaan. Setidaknya pelaku dunia hiburan bisa memilih untuk mengembangkan program, menyuguhkan karya yang menguatkan Indonesia, bukan malah mengimitasi dan meniru budaya luar. Setidaknya langkah film Cinta yang kembali mempopulerkan puisi-puisi Chairil Anwar (‘Aku’) kembali adalah yang patut diacungi jempol. Juga Laskar Pelangi yang telah menumbuhkan ketertarikan pada wisata Belitung. Begitu pula dengan grup band Cokelat yang membuat lagu bertema Nasionalisme yang disukai generasi muda. Upaya-upaya seperti ini walaupun tak bisa menjadi perisai seutuhnya, cukuplah menjadi penyeimbang agar patah karena terlalu berat sebelah kepada yang ‘asing’.
Korea sekaligus budaya di dalamnya memiliki daya tarik yang luar biasa yang mengakibatkan jumlah pecinta dan pemerhatinya bertambah dari waktu ke waktu. Sampai detik ini Korea Selatan dengan empat musim yang menyelimutinya menjadi ambisi dan kiblat bagi jutaan pecintanya di Indonesia.
Namun sayangnya, Indonesia sendiri belum terlampau populer di negara yang beribu kota di Seoul itu.
Jangan tenggelamkan budaya negara kita sendiri karena munculnya budaya luar yang mungkin lebih bagus namun tidak baik untuk negara kita sendiri. Mari kita belajar untuk mencintai produk negara kita sendiri. Belajar menghargai hasil karya generasi Indonesia dan menomor duakan budaya luar.

1 komentar:

  1. ① How to find the best new casino site ① Learn about the casino sites
    Best new casino sites ① Find the best new casino sites ① Learn about the casino sites ✓ Find the best new 카지노 casino sites ① Play the หาเงินออนไลน์ games you 바카라 사이트 love here.

    BalasHapus